BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh Sejarah, Letak Geografis, Demografis Terhadap Tujuh
Unsur Kebudaysaan Universal di Bali
1. Sejarah
Pulau Bali2. Letak
Geografis Pulau Bali
3. Demografis Pulau BaliB. Tujuh Unsur Kebudayaan
Universal di Bali1. Tujuh Unsur Kebudayaan Balia)
BahasaBali dalam
kehidupan sehari – hari menggunakan bahasa Bali dan sasak. Bali mempunyai
beraneka ragam seni tari, seperthi tari Legong yang berlatar belakang kisah
cinta Raja Lasem, dan tari Kecak adalah tari yang mengisahkan tentang bala
tentara monyet Hanoman dan Sugriwa. Lagu – lagu daerahnya pun bermacam – macam seperti
mejangeran, Macepet Cepetan, Meyong – Meyong, Ngusak Asik, dan lain – lain.
Alat musiknya disebut gamelan Bali. Bali juga mempunyai senjata tradisional,
yaitu keris (Kedukan), tombak dan golok.b)
Pengetahuanc)
Tekhnologi(1)
. Pakaian daerah(a) Udeng (ikat kepala)(b) Kain kampuh(c) Umpal (selendang pengikat)(d) Kain wastra (kemben)(e) Sabuk(f) Keris(g) Beragam ornamen perhiasan(h) Sering pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.a) Gelung (sanggul)b) Sesenteng (kemben songket)c) Kain wastrad) Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dadae) Selendang songket bahu ke bawahf) Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalamg) Beragam ornamen perhiasanh)
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada,
dan alas kaki sebagai pelengkap.(2)
Rumah Adat(3) Kulkul Alat Komunikasi Tradisional Masyarakat Bali(4) Sistem
Kemasyarakatan
Seperti orang Jawa, masyarakat Bali dibagi atas tingkatan-tingkatan. Memiliki
anggota kecil dari kasta Brahmana, sebagaimana sekelompok kecil kasta lainnya
yaitu Waisya dan Ksatria, di mana istilah-istilah kasta yang dipakai menyamai
istilah asalnya dari India. Tetapi sistem kasta Bali tidak membedakan
spesialisasi pekerjaan atau gagasan tentang pencemaran ritual antar kasta.
Mayoritas orang Bali, termasuk para entrepreneur kaya dan politikus menonjol,
berasal dari kasta rendah atau Sudra. Tidak seperti kebanyakan orang Jawa, orang
Bali secara antusias mengambil bagian di beberapa kelompok bisnis yang saling
bertautan hubungan keluarga. Salah satu tradisi mereka yang paling penting
disebut dadia, kelompok
kerjasama berdasarkan sistem patrilineal atau garis keturunan ayah. Ini adalah
sekelompok orang yang menganggap satu keturunan lewat garis keturunan laki-laki
dan berasal dari nenek moyang yang sama. Kelompok ini memelihara candi dari
nenek moyang, juga peninggalan harta karun mereka yang mendukung pelaksanaan
ritual yang berhubungan dengannya, selain itu mereka juga memilih seorang
pemimpin. Image dadia
tergantung antara lain dari luas dan kuatnya keanggotaan. Tetapi, kebanyakan
organisasi kelompok-kelompok ini cenderung dilokalisasi, karena lebih mudah
untuk mendapatkan bantuan lokal untuk mendukung aktivitas serta perlindungan
terhadap candi-candi mereka. Orang Bali lebih suka mengambil pasangan dari
kalangan mereka sendiri. Hal ini merupakan basis dasar untuk mengorganisir
aktivitas ekonomi, seperti kerjasama dalam industri seni pahat, emas, perak,
sanggar lukis dan tari.(5) Mata Pencaharian(6) Religi(a) Tawur (Pecaruan), Pengrupukan, dan Melasti. (b) Nyepi(c) Ngembak
Geni (Ngembak Api) Dengan
suasana baru, kehidupan baru akan dimulai dengan hati putih bersih. Jadi kalau
tahun masehi berakhir tiap tanggal 31 Desember dan tahun barunya dimulai 1
Januari, maka tahun Caka berakhir pada panglong ping limolas (15) sasih kedasa
(X), dan tahun barunya dimulai tanggal 1 sasih kedas.(7) Kesenian(a) TariA. Kesimpulan.B. Saran.
Penghuni pertama
pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi
dari Asia. Peninggalan
peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di
bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir
dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali
kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat
setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di
berbagai prasasti, di antaranya Prasasti
Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan
sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman
padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai
berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama
Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar
tahun 1343 M. Saat itu
hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring
datangnya Islam berdirilah
kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan
Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang
ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali
menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah
kapal Portugis sebelumnya pernah
terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai
melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan
sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh
posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran
Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba
berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda
melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul
dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan
tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya
perang sampai mati atau puputan yang melibatkan
seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan
sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah
memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang
memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga
pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali
selama Perang Dunia II dan saat itu
seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan
Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan
Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk
menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang.
Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan
senjata Jepang. Pada 20 November 1945, pecahlah
pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di
desa Marga, Kabupaten
Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29
tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan
sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota
batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan
militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946
Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru
diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik
Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke
dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda
mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi
Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi
sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Pulau Bali adalah
bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112
km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara
astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur
Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah titik
tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung
Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000
tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan
di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri
sungai-sungai.
Berdasarkan relief
dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang
dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung
berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi,
yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut
menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang
tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai
dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan
Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang
(2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan
sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah
danau yang berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan,
Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat
penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di
Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa
tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata
pantai maupun tempat peristirahatan. Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66
km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif
Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701
desa/kelurahan.
Batas wilayah :
Penduduk Bali
kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya
adalah Buddha, Islam, Protestan dan Katolik. Selain dari sektor pariwisata, penduduk
Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di
Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor
pariwisata.
Bahasa
Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas
pemakaiannya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar
masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan
trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya
masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan
dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali
ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan
klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun pelaksanaan tradisi
tersebut cenderung berkurang. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing
utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar
dari industri
pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi
wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan
kompetensi yang cukup memadai.
Sebagian besar masyarakat Bali menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia,
sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa
Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang
dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2
yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa
Bali Mojopahit.yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus.
Pendidikan atau pengetahuan di
Bali pada mulanya adalah pendidikannya yaitu turun temurun, di pengaruhi oleh
kasta, di pengaruhi unsure-unsur kebudayaan, serta di pengaruhi oleh agama yang
di anut, sebagai contoh : Jika orang tuanya adalah petani maka ia akan
mengajarkan anaknya menjadi seorang petani, jika orang tuanya seorang pelukis
maka ia akan mengajarkan anaknya menjadi seorang pelukis. Selain itu juga masyarakat
Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang
mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal
arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai
bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan
edukatif
Pendidikan di Bali saat ini adalah
masih tetap di pengaruhi oleh unsure-unsur kebudayaan dan agama. Karena
masyarakat Bali masih memegang utuh secara keseluruhan unsure-unsur
kebudayaannya,budaya bagi masyarakat bali adalah kehidupan. Hasil dari memegang
secara utuh unsur-unsur kebudayaan tersebut maka tidak heran masyarakat dunia
ingin mengetahui kebudayaan Bali, selain menikmati alam asri Bali. Pengaruh
kasta terhadap pendidikan saat ini tidak ada, warga masyarakat bali semuanya
berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
Masyarakat Bali telah mengenal dan
berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan
penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang
mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui.
Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga
memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela
diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat
menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
Pakaian daerah
Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya
sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen,
berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial
dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen
perhiasan yang dipakainya.
Berikut busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
Sedangkan busana tradisional wanita umumnya
terdiri dari:
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala
Kosali (bagian Weda yang mengatur
tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China). Menurut filosofi
masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya
hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk
itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang
biasa disebut Tri Hita Karana.
Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan
yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya
bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa
ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti
tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi.
Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol
ritual yang ditampilkan dalam patung.
Masyarakat Bali terkenal
sebagai masyarakat yang kaya akan warisan budaya. Mereka menerima warisan
budaya secara tradisional. Artinya, antara satu generasi ke generasi berikutnya
tetap terjalin hubungan yang erat dari sejak dahulu hingga sekarang ini.
Hubungan itu pula yang pada akhirnya membentuk suatu wadah berupa organisasi
tradisional seperti tempel, banjar, dan subak.
Lazimnya sebuah
organisasi tradisional di Bali memiliki sebuah Kulkul. Apabila terdengar suara
kulkul maka hal itu sebagai pertanda panggilan kepada warga untuk berkumpul.
Panggilan tersebut bisa karena kesepakatan sebelumnya atau karena situasi
mendadak.
Kulkul adalah
alat bunyian yang merupakan umumnya terbuat dari kau dan benda peninggalan para
leluhur. Selain di Bali Kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir
terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat
komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan
Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong."
Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu
berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Pada masyarakat
Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sudamala. Beberapa lontar
Bali juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada,
Markandeya Purana, dan Siwa Karma. Keempat naskah kuno Bali ini mengungkapkan
pentingnya kayu bermakna pikiran dalam kehidupan manusia yang biasa disebut
dengan kulkul. Kayu erat hubungannya dengan manusia, sementara kayu adalah bahan
dasar dari kulkul.
Untuk
menyebutkan suatu keadaan, umat Hindu Bali menggunakan istilah "ala
ayuning dewasa" artinya dewasa yang baik dan dewasa yang kurang baik.
Kedua hal ini sulit dipisahkan bahkan selalu berdampingan. Demikian pula dalam
pembuatan sebuah kulkul dari kayu biasa menjadi sebuah alat bunyian bernilai
sakral dan keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari
mencari bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui
serentetan upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara
guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari
awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap melepaskan sebuah
kulkul juga harus melalui sebuah upacara. Apabila tahapan upacara sudah
dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai
benda suci serta keramat.
Ada empat jenis
kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul
Manusa, dan Kulkul Hiasan. Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat
upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan apabila akan memanggil para dewa.
Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nata yaitu tung.... tit....
tung.... tit.... tung.... tit dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah kulkul yang
digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan
memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam
menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk
kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah saat
membunyikan Kulkul Manusa. Kulkul Manusa terbagi atas tiga yaitu Kulkul
Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan
kulkul manusa lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar
cepat dan panjang. Kulkul Hiasan disebut karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan
untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini dianggap sebagai barang anti
oleh wisatawan yang datang ke pulau Bali, sering dijadikan oleh-oleh atau buah
tangan. Kulkul biasa banyak dijual di toko-toko, di pasar dengan harga relatif
murah.
Nilai sakral
sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh agama Hindu Bali yang diyakini
masyarakat Bali secara umum. Terutama kulkul yang tersimpan di Pura-pura besar
di Bali dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi
penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan.
Sebuah kulkul layaknya diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut "Bale
Kulkul", tepatnya berada pada sudut depan pekarangan pura atau banjar
dengan cara menggantungkannya.
Fungsi kulkul
berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali umumnya melakukan
pertemuan rutin warga sebulan sekali. Menjelang hari pertemuan, didahului
dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan
terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada
warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
Selain untuk
pertemuan rutin, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga
kerja. Ada pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang
sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di
pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk pengerahan tenaga
kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara kulkul, warga
pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa.
Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya menanggulangi
kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran,
banjir, orang mengamuk, dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang.
Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada
bahaya mengancam.
Terjadinya
gejala alam seperti gerhana bulan akan disambut oleh seluruh banjar dengan
membunyikan kulkul. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi
karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali
akan menghilangkan konsentrasi Kalarau sehingga ia akan melepaskan bulan
kembali.
Contoh-contoh
yang telah disebutkan menunjukkan warga patuh terhadap aturan banjar. Kepatuhan
warga terhadap aturan banjar menunjukkan azas kebersamaan dan kekeluargaan. Di
dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk
menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar. Hal tersebut terkait erat
dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh
kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikutsertakan kulkul. Bahkan dalam
pemanggilan para Dewa dan Bhuta Kala didahului dengan membunyikan kulkul.
Kulkul diyakini mengandung kekuatan magis dan dianggap keramat oleh
pendukungnya. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional, antara manusia dengan
dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul
diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat
dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi
kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu
dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.
Perkawinan: Penarikan garis
keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal. System kasta
sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang
wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah
tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu
keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita. Di beberapa daerah Bali ( tidak semua
daerah ), berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang
ini terutama diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang. Perkawinan adat di
Bali bersifat endogami klen. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistim
klen dan kasta, orang – orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal
sanggah) setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta. Dahulu, jika
terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara
fisik, suami istri akan dihukum buang (Maselong) untuk beberapa lama ketempat
yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang hukuman itu tidak dijalankan lagi.
Perkawinan antar kasta sudah relatif banyak dilakukan. Struktur Dadia berbeda –
beda. Di desa – desa dan pegunungan, orang – orang dari tunggal dadia yang
telah memencar karena hidup neolokal, tidak lagi mendirikan tempat pemujaan
leluhur di masing – masing tempat kediamannya, di desa – desa tanah datar,
orang – orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat
pemujaan di masing – masing tempat kediamannya, tempat pemujaan tersebut
disebut Kemulan Taksu. Disamping itu, ada lagi kelompok kerabat yang disebut
klen besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah). Mereka
memuja kuil yang sama disebut kuil (pura) Pabian atau Panti
Kekerabatan. Adat menetap di Bali sesudah menikah
mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat
menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang
membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat
suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal
sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama
(triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu :
kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin
keagamaan.
Kemasyarakatan. Desa, suatu
kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu :
desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan
wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan
desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang
upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang
administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
Sebagai tambahan,
orang Bali adalah anggota dari banjar, atau desa, tetapi hal ini tidak sama dengan dadia. Kelompok sosial ini bertanggung jawab
terhadap keamanan, kerjasama ekonomi, kerjasama di bidang pariwisata dan
formasi hubungan atau afiliasi antar desa. Banjar adalah bentuk perwakilan dari kepala keluarga yang
bertanggung jawab terhadap urusan perkawinan, perceraian dan transaksi
pembagian warisan. Sebagai tambahan, ia juga merupakan unit untuk memobilisasi
sumber daya manusia untuk acara-acara kremasi yang sangat terkenal dari suku
Bali. Masing-masing banjar memiliki kelompok orchestra, penari dan pengrajin
tenun sendiri.
Selain itu bentuk kerjasama lain yang tak
kalah penting di bidang pertanian adalah subak, yang berarti pembagian air secara adil
dalam sistem pengairan. Subak bukan hanya kumpulan anggota yang bersama-sama
bertanggung jawab untuk memberikan persembahan di candi yang biasanya terdapat
di tengah-tengah lahan sawah mereka, tetapi juga merupakan unit yang mengatur
aliran air, menanam, dan memanen. Karena unit ini melibatkan sekitar 50 atau
lebih anggota yang kadang-kadang mempunyai kebutuhan akan pengadaan air di
sawah mereka dalam waktu bersamaan, koordinasi jadwal menanam dan memanen yang
sangat kompleks diperlukan untuk mewujudkan konsep ini.
Keruwetan bisa
disebabkan karena masing-masing subak telah berdiri sendiri dan tidak tergantung satu sama
lain. Meskipun pemerintah secara berkala berusaha untuk memegang kendali sistem
dan jadwal pengairan, tetapi hasilnya tidak selalu lebih baik, di mana hal ini
pernah menyebabkan suatu gerakan di awal tahun 90-an untuk mengembalikan
otoritas pertanian kembali ke sistem tradisional karena keberhasilan sistem
pengaturan subak yang rumit tersebut.
Pada umumnya masyarakat bali
bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada dataran yang curah hujannya
yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam
masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang merupakan
mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman,
patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha
dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak
wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko
kerajinan tangan.
Agama yang di anut oleh sebagian
orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan
sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu
Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian
hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep
Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan
pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut
pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu
adalah weda yang berasal dari India.
Orang yang meninggal dunia pada
orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk
membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan
duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat.
Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun
baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya
galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri. Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni
: (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila), (3).Upacara (yadnya).
Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1). Manusia Yadnya yaitu
upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang
ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan
di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam rangka pelantikan
seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar
manusia yang mengganggu manusia.
Sebagian besar
masyarakat Bali menganut agama Hindu –Bali, akan tetapi, ada pula sebagian
kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan katholik.
Penganut agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar,
sedangkan penganut agama Kristen dan katholik terutama terdapat di Denpasar,
Jimbaran dan Singaraja.
Tempat beribadah
agama Hindu di berupa pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga), Subak dan Seka,
kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur dari
klen – klen besar. Ada juga yang di sebut Sanggah yang merupakan tempat
pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas. Sedangkan kitab suci
adalah “Weda” yang bersisi tentang Arman, Karmapala, Punarbawa, dan Moksa. Di
Bali ada seorang pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara keagamaan,
terutama upaca besar adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang umumnya
disebut “Sulingih” tetapi tidak semua pendeta disebut Sulingih, misalnya
“Pedanda” untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun
Budha, atau “Resi” untyuk pendeta dari kalangan Satria.
Hari Besar Umat Hindu Bali
Adalah
Hari Raya Nyepi dirayakan setiap tahun Baru Caka (pergantian tahun Caka).
Yaitu pada hari Tilem Kesanga (IX) yang merupakan hari pesucian Dewa-Dewa yang
berada di pusat samudera yang membawa inti sarining air hidup (Tirtha Amertha
Kamandalu). Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap Dewa-Dewa
tersebut.
Tujuan utama Hari
Raya Nyepi adalah memohon kehadapan Tuhan Yang Mahaesa, untuk menyucikan
Bhuwana Alit (alam manusia) dan Bhuwana Agung (alam semesta). Rangkaian
perayaan Hari Raya Nyepi adalah sebagai berikut :
Sehari sebelum Nyepi,
yaitu pada "panglong ping 14 sasih kesanga" umat Hindu melaksanakan
upacara Butha Yadnya di perempatan jalan dan lingkungan rumah masing-masing,
dengan mengambil salahg satu dari jenis-jenis "Caru" menurut
kemampuannya. Bhuta Yadnya itu masing-masing bernama; Panca Sata (kecil), Panca
Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri
merupakan penyucian/pemarisudha Bhuta Kala, dan segala 'leteh' (kotor), semoga
sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri
dari; nasi manca warna (lima warna) berjumlah 9 tanding/paket, lauk pauknya
ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Bhuta Yadnya ini
ditujukan kepada Sang Bhuta Raja, Bhuta Kala dan Bhatara Kala, dengan memohon
supaya mereka tidak mengganggu umat. Setalah mecaru dilanjutkan dengan
upacara pengerupukan, yaitu : menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah
dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta
memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan,
dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pada pengrupukan ini biasanya
dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Bhuta Kala yang
diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir
Bhuta Kala dari lingkungan sekitar.
Selanjutnya dilakukan
Melasti yaitu menghanyutkan segala leteh (kotor) ke laut, serta menyucikan
"pretima". DIlakukan di laut, karena laut (segara) dianggap sebagai
sumber Tirtha Amertha (Dewa Ruci, dan Pemuteran Mandaragiri).
Selambat-lambatnya pada Tilem sore, pelelastian sudah selesai.
Keesoka harinya,
yaitu pada "panglong ping 15" (Tilem Kesanga), tibalah Hari Raya
Nyepi. Pada hari ini dilakukan puasa/peberatan Nyepi yang disebut Catur Beratha
Penyepian dan terdiri dari; amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan
atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak
bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Beratha ini
dilakukan sejak sebelum matahari terbit. Menurut umat Hindu, segala hal
yang bersifat peralihan, selalu didahului dengan perlambang gelap. Misalnya seorang
bayi yang akan beralih menjadi anak-anak (1 oton/6 bulan), lambang ini
diwujudkan dengan 'matekep guwungan' (ditutup sangkat ayam). Wanita yang
beralih dari masa kanak-kanak ke dewasa (Ngeraja Sewala), upacaranya didahului
dengan ngekep (dipingit). Demikianlah untuk masa baru, ditempuh secara
baru lahir, yaitu benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih
bersih. Untuk memulai hidup dalam caka/tahun barupun, dasar ini dipergunakan, sehingga
ada masa amati geni. Yang lebih penting dari dari pada
perlambang-perlambang lahir itu (amati geni), sesuai dengan Lontar Sundari Gama
adalah memutihbersihkan hati sanubari, dan itu merupakan keharusan bagi umat
Hindu. Tiap orang berilmu (sang wruhing tatwa dnjana) melaksanakan;
Bharata (pengekangan hawa nafsu), yoga ( menghubungkan jiwa dengan paramatma
(Tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadhi (menunggal kepada
Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi), yang bertujuan kesucian lahir bathin). Semua
itu menjadi keharusan bagi umat Hindu, sehingga akan mempunyai kesiapan bathin
untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru. Kebiasaan
merayakan Hari Raya dengan berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan adalah sesuatu
kebiasaan yang keliru dan mesti dirubah.
Terakhir dari
perayaan Hari Raya Nyepi adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada tangal ping
pisan (1) sasih kedasa (X). Pada hari Inilah tahun baru Caka tersebut dimulai.
Umat Hindu bersilahturahmi dengan keluarga besar dan tetangga, saling maaf
memaafkan (ksama), satu sama lain.
Kebudayaan kesenian di bali di
golongkan 3 golongan utama yaitu seni rupa misalnya seni lukis, seni patung,
seni arsistektur, seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama,
seni musik, dan seni audiovisual misalnya seni video dan film.
Musik tradisional
Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di
Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun
demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya
dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk
nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang
dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan
gong gede, gamelan gambang,
gamelan selunding dan gamelan
Semar Pegulingan. Ada pula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai
upacara lainnya.
Terdapat bentuk
modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang
dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era
tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik
perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu
(xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan
budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan
pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat
Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat
Lombok.
Seni tari Bali
pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni tari pertunjukan
sakral, bebali atau seni tari
pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.
Pakar seni tari
Bali I Made Bandem pada awal tahun 1980-an pernah
menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam
wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan
dan Wayang Wong, sedangkan
balih-balihan antara lain ialah Legong,
Parwa, Arja, Prembon
dan Joged serta berbagai
koreografi tari modern lainnya.
Salah satu tarian
yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter
Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan
bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat
berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya
Jenis-jenis tarian yang ada di bali
yaitu di antaranya tarian wali,
tari sang hyang,
tari dedari sang hyang, tari jaran tari rejang, tari baris, tari
janger, tarian bebali, tari topeng, gambuh tarian balih-balihan,
tari
legong, tarian arja, joged bumbung, drama gong, tari barong, tari
pendet, tari kecak, calon
arang.
BAB III
PENUTUP
Tidak ada kelompok etnis di Indonesia yang lebih memahami
akan identias mereka sendiri selain sekitar 2.5 juta orang Bali. Sebagai
penduduk yang mendiami pulau Bali, Lombok dan bagian barat Sumbawa ini, orang
Bali sering digambarkan sebagai orang yang anggun, tenang dan paham nilai-nilai
estetika. Walaupun deskripsi seperti itu tepatnya ditujukan untuk mereka yang
hidup sekitar enam abad yang lalu dan sebagian lagi didasarkan pada legenda,
toh karakterisasi ini masih tampak dari kejadian nyata di era Indonesia
kontemporer sekarang ini. Tak ada bagian dari pulau Bali yang luput dari
perhatian wisatawan yang masuk terus menerus dan meningkat setiap tahun untuk
menikmati pantai indah, candi-candi tua yang agung, dan mencari pengalaman
"sejati" atas kebudayaan luhur yang masih bertahan. Masyarakat Bali
masih memegang teguh adat istiadat da kebudayaan serta diturunkan secara turun
temurun kepada generasi muda. Tujuh unsure kebudayaan Bali pun tidak berubah
dari dulu hingga sekarang, Mulai dari peralatan dan perlengkapan kehidupan
sehari-hari, yaitu berupa pakaian adat yang masih suka digunakan ketika ada
acara besar, rumah adat, dan perkakas pertanian yang masih digunakan ketika
bertani, meskipun ada sebagain masyarakat bali yang menggunakan peralatan
modern untuk bertani.
Mata pencaharian: masyarakat bali
bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pertenakan terutama sapi dan babi
sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat
maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan. Dan saat ini berkembang
mata pencaharian yang menjanjikan yaitu pengrajin dan kuliner.
Sistem kemasyarakatan yang masih
tetap terjaga. Serta pemerintah daerah yang ikut menjaganya melalui
administrative daerah agar tidak di jiplak Negara lain. Pendidikan di Bali, kesenian,
dan agama masih tetap terjaga dan menjadi daya tarik tersendiri.
Masalah yang di hadapi masyarakat
Bali saat ini adalah moderinsasi, kehidupan hedonis, serta serangan system
kemasyarakatan yaitu individulistis yang di bawa oleh para turis asing dari
bebagai Negara.
Jadi secara garis
besar suku bangsa Bali merupakan suatu suku bangsa yang memiliki potensi
kebudayaan yang sangat tinggi dan sebagai sumber devisa tertinggi di negara
Indonesia.
Saran dari kelompok kami terhadap kebudayaan bali yaitu
untuk menjaga kelestarian unsure-unsur budaya di Bali harus ada dukungan dari
bebagai kalangan, terutama pemerintah sebagai pelindung kebudayaan melalui
administrative agar tidak di caplok Negara lain, serta masyarakat harus menjaga
secara utuh dan mampu mewariskan secara turun temurun kepada genersi baru
dengan tidak berubah sedikitpun dari unsure-unsur kebudayaan.
Bali memiliki banyak
kebudayaan alangkah lebih baik jika kebudayaan itu kita jaga dan lestarikan
bersama sebagai citra bangsa Indonesia
Daftar
Pustaka
Dhana, I Nyoman.1994. Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan: Bali.
Swarsi, Si Luh. 1986. Kedudukan Dan Peranan Wanita Pedesaan Daerah
Bali. Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan: Jakarta.