Minggu, 05 Mei 2013

Lagu Kematian_Cerpen Islami


LAGU KEMATIAN
Oleh Nuni Wahyuni
            Bau keringat bercampur dengan bau apek dari kursi bus disampingku begitu menusuk hidung. Di tambah lagi dengan bau yang tak jelas hasil perkawinan dari bau minyak wangi dan bau keringat orang-orang yang berdiri berdesakkan denganku  membuat makanan yang tadi siang ku makan ingin keluar dari proses pencernaanku. Terkadang bus berhenti untuk kembali menyiksaku dengan menambah penumpang sehingga semakin sempit ruang gerak yang kumiliki. Awalnya bus melaju begitu lambat, tiba-tiba bus melaju dengan kencang dan berhenti mendadak, membuat tulang-tulangku serasa remuk karena harus berbenturan dengan orang yang berada di depanku.
            Sekarang penderitaanku sudah mencapai puncaknya. Penumpang sumakin banyak dan belum ada satu orangpun yang turun, hampir setengah jam aku berdiri berhimpitan dengan orang-orang yang berbau tujuh rupa. Udara segar menjadi langka. Rasa tak nyaman ku pun di tambah dengan teriakan dari supir bus yang marah-marah kepada kondekturnya, sekilas ku mendengar mereka bertengkar karena sang supir ingin menambah muatan sedang kondektur merasa penumpang sudah terlalu penuh. Aku benar-benar tersiksa. Ingin rasanya ku keluarkan ponsel ku dan aku dengarkan melodi-melodi indah yang telah ku program di dalamnya. Mungkin dengan cara seperti itu aku dapat mengurangi penderitaanku karena tak perlu mendengarkan kata-kata tak nyaman dari makhluk-makhluk yang sedang bertengkar hanya karena muatan. Tapi sayang, ruang gerak ku yang terbatas membuat tangan pun tak mampu untuk mengambil ponsel dari saku kiri celanaku.
            “ Perempatan  persiapan.” teriak kondektur bus
Dua orang yang berdiri di depanku berjalan dengan susah payah mendekati pintu belakang bus. Tiga orang yang sedang duduk pun berdiri, salah satunya seorang wanita muda yang ada di depanku. Setelah dia keluar dari kursinya dan menuju pintu belakang aku segera duduk di kursi yang tadi dia duduki.
“akhirnya....” Desahku
Seorang wanita tua duduk di samping kiriku. Wajahnya tidak terlalu putih namun bersih bercahaya sedikit menutupi keriput-keriput yang ada di wajahnya. Dia menggunakan jilbab biru tua dengan kerudung biru muda yang terjuntai sampai dada. Dia memejamkan matanya, namun bibirnya bergerak seperti mengucapkan sesuatu. Aku perhatikan gerak mulutnya dan akhirnya ku tahu bahwa ia mengucapkan kalimat basmallah. Aku berkata dalam hati, namanya juga orang tua harus sering-sering lah ingat Tuhan, kan udah deket sama mati.
Aku melihat ke luar jendela. Aku baru sadar ternyata di luar hujan begitu deras. Tadi aku begitu tersiksa sehingga tak menyadari derasnya hujan di luar bus. Bus terus melaju menembus gunung yang berkelak-kelok di selimuti kabut dan derasnya hujan. Aku keluarkan ponsel dari celanaku. Aku mainkan lagu terindah yang telah ku program didalamnya. Ku dengarkan melalui hadset yang telah ku pasang padanya. Aku kembali melirik ibu tua yang duduk di samping kiriku. Dia masih asyik dengan dzikirnya. Aku menyandarkan kepalaku di sandaran kursi. Aku memejamkan mata sambil dibelai oleh  syair-syair lagu yang menusuk kalbuku.
...For all those times you stood by me
For all the truth that you made me see
For all the joy you brought to my life
For all the wrong that you made right...
Suara indah Celine Dion dalam lagu because you loved me membelaiku hingga tak kurasa aku terlelap. Mungkin terlalu cengeng untuk seorang laki-laki. Tapi lagu ini adalah lagu kenangan. Kenangan ku dengannya. Dengan gadis yang sekarang ku tuju rumahnya. Inilah yang ku inginkan, ku terlelap melepaskan lelah hidupku dengan didampingi melodi indah luar biasa.
****
Braaaaaaaaak...
Aku bangun dari tidurku namun tak sepenuhnya aku sadar dengan apa yang terjadi. Tulang-tulang ku serasa remuk, darah segar mengalir dari kepalaku. Kaki ku terhimpit oleh besi jok mobil, aku tak dapat menggerakannya. Lagu-lagu cinta nan indah masih kudengar dari hadset yang terpasang ditelingaku. Dengan lemah ku lepaskan hadset dari telingaku.  Lagu cinta yang baru saja menemani tidurku kini berubah menjadi suara-suara rintihan. Ada yang mengerang kesakitan, ada yang beristigfar dengan sangat lemah, dan terdengar tangisan anak kecil sambil memanggil-manggil ibunya. Aku mulai menyadari apa yang terjadi. Ingin rasanya ku sebut nama Allah namun yang terucap malah petikan lirik lagu cinta yang sepertinya begitu membekas di hatiku. Berulang kali ku coba namun tetap saja tak mampu aku mengucapakannya. Aku malah berulang kali mengucapkan syair-syair lagu cinta yang sekarang menjadi tak berguna. Ku lihat ke samping kananku. Bapak tua yang tadi berdiri disamping kanan ku bertumpuk bersama orang-orang yang mungkin telah menjadi mayat. Dia mengerang lemah. Lalu hening. Dari kepala sampai kakinya di penuhi oleh darah yang masih segar. Bau keringat, apek, serta minyak wangi yang tadi menusuk hidungku kini berganti menjadi bau amis dari darah-darah yang berceceran. Ku lihat ibu tua yang berada di samping kiriku. Aku terkejut melihatnya. Tak ada setetespun darah yang mengalir di kepalanya begitu pula di badannya ia masih terus memejamkan matanya sambil mengucapkan kalimat basmallah dengan begitu tenang.
Aku rasa nyawaku telah sampai pada batasnya. Tubuhku kian meregang, Rasa sakit yang menyiksaku semakin lama semakin menyakitkan. Darah segar di kepalaku bercucuran hingga membasahi bajuku. Kakiku yang terjepit besi jok kini telah menjadi mati rasa. Kini darah tidak hanya keluar dari kepalaku yang terluka tetapi juga keluar dari kedua lubang hidungku. Dadaku sesak luar biasa. Aku merasa sekujur tubuhku sakit tak terkira. Aku berusaha untuk menyebut nama Allah. Namun sekali lagi, hanya kata tak berguna yang keluar dari mulutku. Aku mengerang kesakitan lalu lidahku menjadi kelu dan kini semuanya hening.                                                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar