Selasa, 07 Mei 2013

Kinar Manik dan Batu Merah_Cerpen Fantasy

Kinar Manik dan Batu Merah_Cerpen Fantasy
Oleh: Nuni Wahyuni
     Kinar Manik duduk pada batang Pohon Oak di sisi Bukit Kuali. Menatap Lembah Tanggoli yang luas. Penuh dengan pohon-pohon besar berdaun lebat. Di tengah pohon yang berhimpitan, air di Sungai Asuhan mengalir perlahan. Sungai itu memanjang ke selatan, membagi dua lembah yang terhampar. Di soroti cahaya kuning matahari senja, terlihat kerlap-kerlip keemasan dari air yang terus bergerak menuju muara.
    Kinar memutar-mutar batu merah di tangannya. Batu itu  tak lebih lebar dari daun melinjo tua. Berbentuk kerucut melebar. Ada bulatan kecil berwarna hijau di bagian sudutnya......

Bersambung........

Untuk Guru dan Calon Guru_Artikel

Untuk Guru dan Calon Guru
Oleh: Nuni Wahyuni

          Guru yang baik adalah guru yang mendidik tidak hanya dengan kata, melainkan dengan tuntunan dan teladan. Dengan tuntunan, diharapkan guru dapat mendorong anak didiknya untuk menemukan jati diri. Guru juga harus bisa membantu dan menuntun siswa dalam mencapai proses kedewasaan. Dengan keteladanan, guru akan memiliki wibawa di hadapan siswa. Kewibawaan seorang guru tidak hanya didasarkan dengan niat pencitraan. Lebih dari itu, keteladanan yang diberikan oleh seorang guru harus bisa memotivasi siswa untuk mengikuti langkah guru tersebut dalam berbuat kebaikan. Intinya, tugas guru bukanlah hanya sekedar menyampaikan sebuah teori, mengadakan ujian lalu memberikan nilai. Namun, guru harus mampu mengarahkan, memotivasi serta membimbing  siswa menuju proses kedewasaan melalui tuntunan dan teladan.
     Selain itu, tidak sepantasnya seorang guru memaksakan keinginannya sendiri kepada murid yang dia didik. Setiap individu mempunyai perbedaan dan guru harus benar-benar menyadari hal itu. Setiap orang, dengan sifat yang berbeda tentu mempunyai passion yang berbeda pula. Tugas guru adalah sebagai pembimbing dan penunjuk jalan agar siswa mampu mengoptimalkan passion dalam dirinya sehingga mampu memberi manfaat bagi dirinya sendiri dan bagi orang disekitarnya. 
      Mungkin hal seperti ini sudah banyak ditulis di blog atau di buku. Pendapat seseorang tentang guru ideal sudah banyak tersebar di sana-sini. Disini saya hanya ingin mengungkapkan karakter guru yang baik menurut pendapat saya sendiri. Untuk masukan dan tanggapan saya ucapkan terimakasih.

(^_^)

Senin, 06 Mei 2013

Tentang Film jamilah dan Sang Presiden_Artikel


Tentang Film "Jamilah dan Sang Presiden"
Oleh: Nuni Wahyuni
            Banyak hikmah yang dapat diambil dari film ini. Diawali dengan narasi dari Jamila yang memperkenalkan dirinya sebagai korban perdagangan manusia. Lalu diceritakan kisah kehidupannya di masa kecil. Di jual oleh ayahnya. Di titipkan kepada keluarga kaya setelah berhasil meloloskan diri dari seorang mucikari. Diperkosa oleh ayah dan kakak angkatnya. Berhasil lari dari rumah keluarga kaya tersebut setelah membunuh kakak angkatnya.
Setelah lari dari rumah tersebut, Jamilah bekerja di sebuah pasar. Hampir diperkosa oleh seorang laki-laki di pasar tersebut. Dirazia polisi saat melewati sebuah diskotik. Bertemu dengan Susi, pelacur baik hati. Pertemuan ini menyebabkan dia membuat keputusan untuk memasuki dunia hitam sebagai pelacur. Hingga suatu hari, dia bertemu seorang mentri bernama Nurdin. Dia merasakan jatuh cinta yang sangat besar pada seorang Nurdin. Namun, Nurdin menikahi wanita lain yang telah dijodohkan oleh orang tuanya. Kemudian, dia membunuh Nurdin dalam upayanya menyelamatkan diri.
Jamilah menyerahkan diri. Dia ditahan di sebuah rumah tahanan di luar ibu kota. Salah satu ormas terus berdemo, menyuarakan agar dirinya di hukum mati. Di penjara, Jamilah bertemu dengan seorang sipir wanita yang sebenarnya simpati namun bersikap keras kepadanya. Diapun mendapatkan simpati dari seorang sipir pria yang akhirnya di bebas tugaskan dari penjara. Di sisi lain, seorang pria bernama Ibrahim sangat mencintainya dan ingin membebaskannya. Namun, Jamilah tak ingin dibebaskan. Dia telah putus asa karena pencarian terhadap adiknya selama bertahun-tahun justru mendapat kenyataan pahit. Ketika sipir wanita memintanya untuk mengajukan grasi kepada presiden, dia justru menolaknya. Dan akhirnya, suara tembakan dan sirine ambulans menjadi penutup kisah Jamilah.
Film ini, mengisahkan kehidupan seorang  Jamilah dengan permasalahan sosial yang begitu kompleks. Menyoroti kehidupan berbagai lapisan sosial, mulai kelas bawah hingga kelas atas. Sudut pandang yang berbeda tentang sosok pelacur dan pembunuh di film ini mengajarkan kepada penontonnya untuk melihat kejahatan, keadilan serta kerendahan moral yang dimiliki seseorang dari sudut pandang yang lain. Kejahatan serta rusaknya moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat bukanlah tanggung jawab perseorangan saja. Namun, hal itu merupakan tanggung jawab semua pihak.
Kita tidak boleh mennghakimi seseorang sebagai manusia yang jahat sebelum kita tahu apa yang melatar belakangi orang tersebut melakukan kejahatan. Selain itu, film ini menunjukkan betapa sulitnya keadilan dimiliki oleh orang-orang kelas bawah serta mudahnya lembaga peradilan dipengaruhi oleh masa dalam memutus suatu perkara.
Di akhir film ditayangkan fakta-fakta tentang perdagangan manusia. Sesuatu hal yang menjadi ironi di tengah bangsa yang dianggap merdeka. Memang kisah Jamilah hanyalah cerita fiksi dari sebuah drama. Namun, sebagian dari kisah-kisah itu telah terjadi di Indonesia.
Film ini menunjukkan betapa kemiskinan sangat mempengaruhi moral dan hidup seseorang. Film yang bisa dikatakan sebagai film provokatif, kritis, dan berkualitas. Namun, adegan serta narasi awal yang bagi saya terlalu kaku untuk sebuah film cukup mengganggu. Meski begitu, kekurangan dalam film ini terbayar dengan kualitas akting para pemainnya. Meski Fauzi Baadila yang berperan sebagai seorang anak kiyai yang provokatif belum terlihat maksimal.


Cara Buat Blog

Cara Buat Blog

     Dari dulu saya sangat ingin membuat blog. Akhirnya bisa juga. Buat temen-temen yang ingin membuat blog gratis silahkan untuk mengklik link di bawah ini. Selamat membuat blog. Kalau udah buat jangan lupa follow blog ini yah.
(^_^)

Klik ini:

Minggu, 05 Mei 2013

Hanya Bermimpi, cukupkah?

Hanya bermimpi, cukupkah?

Sahabatku yang luar biasa, setidaknya dengan bermimpi seseorang akan tahu tujuan hidupnya. Dengan bermimpi seseorang akan tahu apa yang diinginkannya. Dengan bermimpi dia tahu seberapa jauh pola pikirnya. Tapi, apakah hanya dengan bermimpi cukup? Tentu tidak. Jangan pernah jadikan mimpimu hanya sebatas angan-angan. Wujudkanlah mimpimu! Jangan biarkan ketakutan menguasaimu dan menghentikan langkahmu. Orang yang telah berusaha namun belum mampu mewujudkan mimpinya bukanlah orang yang gagal. Pada kenyataannya dia telah berhasil. Berhasil melewati rasa takutnya. Justru orang yang tidak pernah melangkah dan berusaha mewujudkan mimpinyalah orang yang gagal. Dia telah gagal karena keakutannya sendiri. Mimpi yang dia punya hanyalah sebatas angan-angan yang mustahil dapat diwujudkan. Oleh karena itu, beranilah bermimpi! Dan berusahalah agar mimpi itu tidak hanya sebatas angan-angan.

Lalu Lintas Abad 21_Puisi

Lalu Lintas Abad 21
Oleh Nuni Wahyuni

Roda-roda berputar
menggelinding perlahan
sesekali menggesek aspal jalan
berdecit kagok menahan beban

Anak kecil berhelm merah
duduk di depan ayahnya yang memegang stang
matanya menjelajah, jari-jarinya tak bisa diam
menyapu gambar jalan, menghitung mobil yang tertahan

Anak itu berkomat kamit
Suara lembutnya hilang, ditelan teriakan kesal
disamarkan klakson, berbunyi,  bergantian

Bandung, - April 2013
Di angkot Ciroyom-Lembang

"Negarawan" Musiman_Opini


“NEGARAWAN” MUSIMAN
Oleh: Nuni Wahyuni
Setelah pintu demokrasi di Indonesia dibuka lebar-lebar setiap orang memiliki hak mencalonkan dirinya menjadi negarawan, baik sebagai anggota legislatif maupun eksekutif. Berbagai kalangan bebas masuk ke dalam partai politik dan menjadikannya sebagai kendaraan untuk mendapatkan kursi kepemimpinan. Dengan menampilkan slogan-slogan, para calon pemimpin bersaing untuk mendapat simpati rakyat. Banyak calon pemimpin yang menampilkan dirinya sebagai sosok calon negarawan yang memiliki visi dan misi untuk memajukan negara. Politisi dari berbagai kalangan baik pengusaha, artis, aktivis, praktisi bahkan pekerja serabutan menampilkan dirinya sebagai seorang calon negarawan yang siap mengorbankan diri demi kelangsungan negara.
Melihat fenomena meningkatnya partisipasi politik yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia, dapat dikatakan sangat menggembirakan. Dengan berbondong-bondongnya orang-orang yang terlibat aktif dalam dunia politik menunjukan semangat dan gairah berbangsa dan bernegara di kancah politik sangat tinggi. Namun, kebanyakan orang-orang yang masuk ke dunia politik belum memiliki landasan ideologi politik yang jelas dan kuat. Faktor kaderisasi partai yang instan dan tidak maksimal merupakan faktor utama yang menyebabkan lemahnya ideologi politik anggota partai tersebut terjadi. Saat ini, banyak partai-partai yang menjadikan orang-orang terkenal sebagai caleg yang diusungnya guna mendongkrak elektabillitas dan popularitas partai. Menjadikan orang-orang terkenal sebagai caleg adalah solusi cepat untuk menghemat biaya kampanye partai. Di sisi lain, keputusan mengusung caleg yang masuk ke dalam partai secara instan justru mengorbankan kader-kader partai yang telah dibina jauh-jauh hari.
Dalam waktu singkat, sosok-sosok politisi dari orang-orang terkenal lahir dan diperkenalkan sebagai calon negarawan hebat melalui slogan-slogan yang menjanjikan. Dalam keadaan seperti ini, kalangan artis (khususnya) mendapatkan keuntungan karena wajahnya yang tidak asing di hadapan publik dapat dijadikan manekin politik oleh partai yang menaunginya. Namun, cara tersebut dapat menyebabkan sosok politisi yang ditampilkan ke hadapan publik oleh partai tidak memiliki ideologi yang jelas.  Ketidakjelasan ideologi yang dimiliki oleh partai ataupun caleg tersebut dapat dilihat dari kasus-kasus yang terjadi di beberapa partai politik.
Partai politik saat ini masih belum memiliki landasan ideologi yang kuat, terbukti dengan gampangnya sebuah partai untuk berpindah dari partai oposisi menjadi koalisi, begitupun sebaliknya. Selain itu, beberapa anggota partai dengan mudah berpindah dari satu partai ke partai lain. Dari ketidakkonsistenan tersebut, dapat dilihat betapa tidak kuatnya landasan ideologi yang dipegang, baik oleh partai politik maupun politisi.
Kelangsungan nasib suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemimpin dalam mengelola negaranya. Kepemimpinan “negarawan” musimam hanya akan membuat kelangsungan nasib suatu negara menjadi terancam. Para politisi yang menjadi “negarawan” musiman akan melepaskan tanggung jawabnya begitu saja setelah kekuasaan didapatkan. Dia akan bertindak ketika tindakan yang dia lakukan memberikan keuntungan bagi diri atau kelompoknya. Biasanya, peran “negarawan” musiman sebagai seorang negarawan akan muncul menjelang pemilu dilangsungkan. Dia akan menyulap dirinya menjadi negarawan ideal guna mendapat simpati dari rakyat.
Dalam beberapa kasus, sosok “negarawan” yang ada dalam perpolitikan Indonesia secara ajaib muncul begitu saja. Negarawan hanya dijadikan sebagai simbol dan stastus saja. Rakyat tidak mengetahui seberapa besar pengabdian yang telah dilakukan oleh orang tersebut kepada negara. Slogan-slogan yang dikumandangkan di masa kampanye hanya menjadi janji manis karena setelah pemilu berakhir dan kekuasaan didapatkan maka janji tersebut dianggap lunas tanpa perlu dibayar. Sosok negarawan yang digambarkan mendadak lenyap setelah kursi kekuasaan didapatkan.
Rindu Negarawan Sejati
Lalu, sosok seperti apakah yang disebut sebagai negarawan sejati? Negarawan sejati adalah negarawan yang rela mengabdi untuk negara dan senantiasa memikirkan keadaan generasi selanjutnya. James Freeman Clarke mengatakan bahwa perbedaan antara politisi dan negarawan adalah, politisi memikirkan tentang pemilu berikutnya sedangkan negarawan berpikir tentang generasi berikutnya. Sedangkan Menurut Azis Saleh, seorang pemimpin negarawan akan dapat dilihat dari pandangan-pandangannya yang mempunyai komitmen tinggi terhadap kepentingan bangsa jauh ke depan. Sedangkan pemimpin politisi, akan dapat dilihat dari pandangan-pandangannya yang selalu terkesan mengedepankan kepentingan sesaat, yang lebih condong kepada kepentingan politik atau kelompoknya.
Negarawan sejati adalah orang yang rela berkorban secara tulus demi keutuhan dan kemajuan bangsanya juga ikut serta secara aktif dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Dia bukanlah orang yang menghitung-hitung untung rugi ketika tenaga dan pemikirannya dibutuhkan oleh negara. Dia juga bukan orang yang memilih untuk tutup mata saat kemiskinan dan ketidakadilan terjadi di hadapannya. Pandangannya dapat dilihat dari visi yang jelas tentang arah ekonomi, politik, keamanan dan pendidikan yang akan dia kembangkan. Visi yang dimilikinya adalah visi yang melihat jauh ke depan. Dia bukanlah sosok yang mementingkan kepentingan sesaat demi citra pribadi serta golongannya saja. Karakter negarawan sejati bisa dibuktikan secara langsung ketika kursi kekuasaan telah dia dapatkan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa “negarawan” musiman akan melepaskan tanggung jawabnya begitu saja ketika tampuk kekuasaan telah diraihnya sedangkan negarawan sejati akan terus memperjuangkan kepentingan masa depan negerinya.
Contoh negarawan sejati dapat dilihat dari karakter  founding fathers yang dengan semangat tinggi bergerak maju untuk membangun Indonesia. Pemikiran mereka yang dirumuskan dalam pancasila memiliki visi yang melihat jauh ke depan. Mereka siap mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa. Tidak sedikit founding fathers Indonesia yang di penjara dan diasingkan selama bertahun-tahun sebelum Indonesia merdeka. Merdeka atau mati bagi mereka bukan hanya dijadikan sebagai slogan tetapi dijadikan sebagai dasar dalam bertindak.

Peran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu-Ilmu Sosial
Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi diharapkan mampu membentuk warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik dengan memiliki pengetahuan, kesadaran dan kemampuan dalam bernegara. Generasi muda dididik untuk menjadi calon-calon negarawan handal yang mencintai tanah airnya. Mereka diharapkan mampu membangun negara melalui semangat pancasila. Melalui proses pendidikan yang baik, mereka akan mempunyai karakter yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan keadilan, serta mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tanpa adanya pendidikan kewarganegaraan, generasi muda tidak akan mengenal falsafah bangsanya sendiri. Tidak mustahil generasi muda tersebut akan melupakan identitasnya sebagai bagian dari Bangsa Indonesia dan suatu saat menghancurkan negaranya demi kepentingan pribadi. Negarawan musiman, yang mengaku dirinya sebagai negarawan tetapi justru merugikan negara, contohnya melalui tindak korupsi adalah bukti bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting bukan sekedar untuk di pelajari dan dihafal, tetapi harus difahami, dihayati serta diaplikasikan dalam kehidupan bernegara.
Pemahaman mendalam terhadap Ilmu politik, sosial dan budaya juga memiliki peranan penting untuk menciptakan calon negarawan yang tidak hanya mampu berbicara tentang etika dan moral tetapi juga mampu mengaplikasikan etika dan moral yang baik dalam kehidupannya. Dengan pemahaman mendalam terhadap ilmu-ilmu tersebut, diharapkan negarawan tidak hanya dijadikan simbol ataupun status sosial. Menjadi negarawan adalah menjadi individu yang siap dan rela berkorban demi kepentingan negara baik dimasa kepemimpinannya maupun dimasa yang akan datang. Menjadi negarawan adalah menjadi individu yang siap memberi segalanya untuk negara, tidak seperti negarawan musiman yang selalu ingin diberi segalanya oleh negara. Dengan kata lain, ilmu politik, sosial dan budaya dapat membentuk sosok negarawan yang peka dan peduli terhadap dinamika perkembangan bangsanya.

Saya Ingin Sekolah Lagi_Artikel

Saya Ingin Sekolah Lagi
Oleh Nuni Wahyuni

     Seorang anak SMP di Padang hanya bisa duduk termenung di warung ibunya. Dia harus menerima keputusan sekolah yang mengeluarkannya. Tidak hanya itu, dia juga tidak bisa diterima disemua sekolah yang ada di Kota Padang. Kota tempat ibunya mencari nafkah. Sekarang, dia bingung tentang apa yang harus dia lakukan. "Saya ingin sekolah lagi", itulah ucapan yang keluar ketika dia ditanya oleh seorang wartawan.
     Petaka itu berawal ketika dia diajak temannya berjalan-jalan seusai shalat shubuh. Ternyata temannya berniat untuk mencuri pelek sebuah mobil mewah. Dia sadar resiko yang akan dia terima. Dia ungkapkan rasa takutnya pada temannya. "Tenang sajalah", ucap temannya. Ternyata, seorang anggota satuan pengamanan melihat aksi mereka. Sebuah pukulan bersarang di kepalanya, menimbulkan lima jahitan. Dan dia bersama temannya dijebloskan ke dalam penjara.
    Meski kini dia telah dikeluarkan dari tahanan, dia bingung dengan masa depannya. Kepala sekolah mengatakan bahwa dia adalah anak yang susah diatur. Kini, dia hanya bisa menyesali perbuatannya.




Info lebih lengkap:

     

Tugas_Sospend


KARAKTERISTIK DAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAHAN DESA SEBAGAI PRANATA POLITIK DAN SEKOLAH SEBAGAI PRANATA PENDIDIKAN FORMAL
KARYA TULIS

disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan
oleh
Nuni Wahyuni 1104232



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012

A. Pranata Sosial
     a) Pengertian pranata sosial
         Pranata Sosial berasal dari istilah “Social Institution”. Demikian pengertian pranata social menurut para ahli:
         1. R.M. Mac Iver dan CH. Page mengatakan bahwa pranata sosial adalah bentuk-bentuk atau kondisi-kondisi prosedur yang mapan, yang menjadi karakteristik bagi aktivitas kelompok. Kelompok yang melaksanakan patokan-patokan tersebut disebut asosiasi.
         2. Alvin L. Bertand mengatakan bahwa pranata sosial pada hakekatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma sosial (struktur-struktur sosial) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Pranata-pranat tersebut merupakan kumpulan-kumpulan norma dan bukan norma yang berdiri sendiri.
         3. Roucek dan Warren mengatakan bahwa pranata sosial adalah pola-pola yang telah mempunyai kedudukan tetap atau pasti untuk mempertemukan bermacam-macam kebutuhan manusia yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan dengan mendapatkan persetujuan dari cara-cara yang sudah tidak dipungkiri lagi untuk memenuhi konsep kesejahteraan masyarakat dan menghasillkan suatu struktur.
         4. Koentjaraningrat mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhu kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
         5. Soerjono soekanto mengartikan social institution (pranata sosial) sebagai lembaga kemasyarakatan yang artinya adalah himpunan dari norma-norma dari segala tindakan yang berkisar pada suatu kehidupan pokok dalam kehidupan masyarakat.
         6. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi juga mengartikan Social Institution sebagai lembaga kemasyarakatan. Dia mengatakan bahwa lembaga kemasyarakatan merupakan semua norma dari segala tingkat dan berkisar pada suatu keperluan pokok dalam kehidupaan masyarakat.
         Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pranata sosial pada dasarnya bermula dari adanya kebutuhan-kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu dalam keteraturan, sehingga diperlukan adanya norma-norma yang menjamin keteraturan tersebut. Norma-norma tersebut akhirnya berkembang menjadi pranata sosial yang pada dasarnya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia (http://id.shvoong.com/definisi-pranata-sosial-menurut-para /2011).
     b) Fungsi pranata sosial
         Secara umum pranata sosial memiliki beberapa fungsi. Berikut ini adalah fungsi pranata sosial secara umum:
         1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat dalam hal bertingkah laku dan bersikap dalam menghadapi masalah kemasyarakatan.
         2. Menjaga keutuhan dan integrasi masyarakat
         3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
         Selain fungsi umum tersebut pranata sosial memiliki dua fungsi besar yaitu fungsi manifes (nyata) dan fungsi laten (terselubung).
         1. Fungsi manifes adalalh fungsi sosial yang nyata, tampak, disadari dan menjadi harapan sebagian besar anggota masyarakat.
         2. Fungsi laten adalah fungsi sosial yang tidak tampak, tidak disadari, dan tidak diharapkan orang banyak tetapi ada.
     c) Ciri-ciri pranata sosial
         1. Mememiliki lambang-lambang/simbol
         2. Memiliki tata tertib dan tradisi
         3. Memiliki satu atau beberapa tujuan
         4. Memiliki nilai
         5. Memiliki usia lebih lama (tingkat kekekalan tertentu)
         6. Memiliki alat kelengkapan

     d) Penggolongan pranata sosial
         Berdasarkan fungsi-fungsi secara umum dan karakteristiknya tersebut, pranata sosial dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Berikut ini beberapa tipe atau penggolongan pranata sosial.
         1. berdasarkan perkembangannya, pranata sosial dapat dibedakan menjadi crescive institutions dan enacted institutions.
              a. Crescive institutions adalah pranata sosial yang secara tidak sengaja tumbuh dari kebiasaan masyarakat. Misalnya: tata cara perkawinan, norma-norma, dan berbagai upacara adat.
              b. Enacted institutions adalah pranata sosial yang sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya: lembaga pendidikan, lembaga keuangan, lembaga kesehatan, dan lain-lain.
         2. Berdasarkan sistem nilai/kepentingan yang diterima masyarakat, pranata sosial dapat dibedakan menjadi basic institutions dan subsidiary institutions.
              a. Basic institutions adalah pranata sosial yang dianggap penting dalam upaya pengawasan terhadap tata tertib di masyarakat. Misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
              b. Subsidiary institutions adalah pranata yang dianggap kurang penting. Misalnya tempat-tempat hiburan atau rekreasi.
         3. Berdasarkan penerimaan masyarakat, pranata sosial dapat dibedakan menjadi approved institutions dan unsanctioned institutions.
               a. Approved institutions adalah bentuk pranata sosial yang diterima secara umum oleh masyarakat. Misalnya lembaga pendidikan, lembaga peradilan, dan lainlain.
               b. Unsanctioned institutions adalah bentuk pranata sosial yang secara umum ditolak oleh masyarakat. Misalnya berbagai perilaku penyimpangan, seperti merampok, memeras, pusat-pusat perjudian, prostitusi, dan lain-lain.
         4. Berdasarkan faktor penyebarannya, pranata sosial dapat dibedakan menjadi general institutions dan restricted institutions.
              a. General institutions adalah bentuk pranata sosial yang diketahui dan dipahami masyarakat secara umum. Misalnya keberadaan agama dalam kehidupan.
   b. Restricted institutions adalah bentuk pranata sosial yang hanya dipahami oleh anggota kelompok tertentu. Misalnya pelaksanaan ajaran agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, atau berbagai aliran kepercayaan lainnya.
         5. Berdasarkan fungsinya, pranata sosial dapat dibedakan menjadi cooperative institutions dan regulative institutions.
a. Cooperative institutions adalah bentuk pranata sosial yang berupa kesatuan pola dan tata cara tertentu. Misalnya pranata perdagangan dan pranata industri.
b. Regulative institutions adalah bentuk pranata sosial yang bertujuan mengatur atau mengawasi pelaksanaan nilai-nilai atau norma-norma yang berkembang di masyarakat. Misalnya pranata hukum (kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan).
     e) Macam-macam pranata
         pranata sosial pada dasarnya adalah sistem norma yang mengtur segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hidup bermasyarakat (crayonpedia.org). seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa pranata sosial memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut terwujud dari berbagai macam pranata yang ada dimasyarakat. Adapun pranata yang penting dalam masyarakat antara lain pranata keluarga, pranata agama, pranata ekonomi, pranata pendidikan, dan pranat politik.
         1. Pranata keluarga
             Pranata keluarga adalah bagian dari pranata sosial yang meliputi lingkungan keluarga dan kerabat. Pembentukan watak dan perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh pranata keluarga yang dialami dan diterapkannya sejak kecil. Bagi masyarakat, pranata keluarga berfungsi untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat (crayonpedia.org).
         2. Pranata agama
             Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta mencakup pula tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Jika dilihat dari sudut pandang sosiologi, agama memiliki arti yang lebih luas, karena mencakup juga aliran kepercayaan (animisme atau dinamisme) yang sebenarnya berbeda dengan agama (crayonpedia.org).
         3. Pranata ekonomi
 Pranata ekonomi ada dan diadakan oleh masyarakat dalam rangka mengatur dan membatasi perilaku ekonomi masyarakat agar dapat tercapai keteraturan dan keadilan dalam perekonomian masyarakat. Pranata ekonomi muncul sejak adanya interaksi manusia, yaitu sejak manusia mulai membutuhkan barang atau jasa dari manusia lain. Bentuk paling sederhana dari pelaksanaan pranata ekonomi adalah adanya sistem barter (tukar menukar barang). Akan tetapi, untuk kondisi saat ini, sistem barter telah jarang digunakan dan sulit untuk diterapkan (crayonpedia.org).
4. Pranata pendidikan
     Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan. Di Indonesia, pendidikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendidikan sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal). Pada perkembangannya, ada beberapa ahli sosiologi yang menambahkan satu golongan pendidikan lagi, yaitu pendidikan yang diperoleh melalui pengalaman atau kehidupan sehari-hari (pendidikan informal) (crayonpedia.org).
5. Pranata politik
    Pranata politik adalah serangkaian peraturan, baik tertulis ataupun tidak tertulis yang berfungsi mengatur semua aktivitas politik dalam masyarakat atau negara (crayonpedia.org).
B. Karakteristik Pemerintahan Desa Sebagai Pranata Politik dan sekolah sebagai pranata pendidikan formal
     Setiap pranata baik itu pranata keluarga, pranata agama, pranata ekonomi, pranata pendidikan dan pranata politik memiliki karakteristik masing-masing. Terdapat persamaan dan perbedaan antara pranata-pranata tersebut. Dalam hal ini sekolah sebagai pranata pendidikan formal dan pemerintahan desa sebagai pranata politik memiliki perbedaan dan persamaan dalam karakteristiknya masing-masing.   
      a) Karakteristik pemerintahan desa sebagai pranata politik
          1. Pengertian pemerintahan desa dan pengertian desa
 Dra. Sumber Saparin dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa”, menyatakan bahwa: “Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
            Desa adalah : Suatu Wilayah yg penduduknya saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadatnya yang relatif sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. Desa berada dibawah Pemerintah Kabupaten, suatu daerah otonom yang bersifat Pedesaan. Dibawah Pemerintah Kota Madya hanya ada Kelurahan (http://artikelhasbi.blogspot.com/?zx=dc0fc90b6f0f8622).
Soetardjo (1984, 182-251) Mengatakan bahwa Desa adalah Lembaga asli pribumi yang mempunyai hak mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan hukum adat yang biasa disebut dengan otonomi desa.
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administratif, wujud sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/ pegunugan, yang keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa. ( Kartohadikusumo, 1988:16)
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. (Widjaja,2003:3).
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Penjelasan    Umum Undang-undang No.5 Tahun 1974).
        2. Pengertian pranata politik
a. Aristoteles : Pranata politik adalah pranata yang mempunyai kewenangan menggunakan kekuatan fisik dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri Koentjara Nigrat : Pranata politik adalah pranata yang memiliki tujuan ntuk memenuhi kebutuhan manusia dalam mengatur kehidupan berkelompok secara besar- besaran atau kehidupan bernegara
            b. J.W. Schoerl : Lembaga politik adalah badan yang mengatur dan memelihara tata tertib untuk mendamaikan pertentangan dan untuk memilih pemimpin yang berwibawa kamanto Soenarto : lembaga politik adalah badan yang mengkhsukan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang
c. Kornblum mendefinisikan pranata politik sebagai perangkat aturan dan status  yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang.
         3. Karakteristik pemerintahan desa sebagai pranata politik
Dalam tulisan ini akan dijelaskan secara berurutan tentang tata kelakuan, kelakuan berpola, peralatan, dan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi-fungsi kepranataan itu.
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya (Soekanto, 2007:175)
Pemerintahan desa sangat terikat oleh hukum adat. Oleh karena itu, seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa pemerintahan desa memiliki rumah tangga hukum adatnya sendiri yang biasa di sebut dengan otonomi desa. Alat pengawas terhadap perilaku masyarakat desa lebih tergantung kepada hukum adat di desa tersebut.
Pola perilaku yang dimiliki oleh masyarakat desa akan sesuai dengan adat atau tradisi yang disepakati di desa tersebut. Semangat gotong royong, nilai religius, saling merhomati merupakan pola prilaku yang masih di pertahankan oleh sebagian besar masyarakat desa.
Instrumen-instrumen dalam pemerintahan desa meskipun sebagian besar merupakan instrumen adat, tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah pusat pun akan mengendalikan instrumen-instrumen yang ada di berbagai desa di Indonesia. Baik instrumen itu berupa tempat, perundang-undangan, ataupun peralatan yang ada di desa tetap berada dibawah kendali pemerintah pusat.
Orang-orang yang terlibat dalam fungsi kepranataan desa sebagai salah satu pranata politik selain kepala desa dan aparatnya adalah para pemuka agama, sesepuh, dan masyarakat itu sendiri. Orang-orang tersebut akan senantiasa saling ketergantungan dalam melaksanakan fungsi kepranataan khususnya pranata politik.
Jika  dilihat dari fungsinya maka fungsi pemerintahan desa sebagai pranata politik adalah:
a. Fungsi pemaksaan norma yang maksudnya adalah memaksakan aturan yang menentukan perilaku yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
b. fungsi merencanakan dan mengarahkan (planning and direction). Pemerintahan desa merencanakan dan mengarahkan masyarakat demi tercapainya tujuan masyarakat.
c. Fungsi menengahi pertentangan kepentingan.
d. Fungsi melindungi masyarakat dari serangan musuh dari luar.
        b) Karakteristik sekolah sebagai pranata pendidikan formal
1. Pengertian sekolah
                Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentangpsikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiridunianya melalui berbagai pelajaran di atas. Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima da nmemberi pelajaran (http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah).
             2. Pengertian pranata pendidikan formal
                 Pranata pendidikan adalah upaya sosialisasi di bidang pendidikan, sehingga masyarakat memiliki kemampuan dan ciri-ciri pribadi berkemampuan didik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat bersangkutan. Pranata pendidikan meliputi: pendidikan dlm keluarga (informal); pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan; pendidikan di sekolah (formal); pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100309051628AA4P9cC).
                 Pendidikan adalah suatu proses yang terjadi karena interaksi berbagai faktor yang menghasilkan penyadaran diri dan lingkungan sehingga menampilkan rasa percaya diri dan rasa percaya akan lingkungannya. Oleh karena itu pranata pendidikan dapat di sebut sebagai seperangkat aturan atau status yang bertujuan untuk menghasilkan penyadaran diri dan rasa percaya akan lingkungannya.
                 Pendidikan formal Merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi (http://id.answers.yahoo.com/question/index? qid= 20101 2200 80802AAlruCl).
              3. Karakteristik sekolah sebagai pranata pendidikan formal
                 Dalam tulisan ini akan di jelaskan tentang tata kelakuan, kelakuan berpola, peralatan, dan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi-fungsi kepranataan itu.
                 Sekolah sebagai pranata pendidikan formal di atur dengan berbagai Undang-undang yang diterapkan oleh negara. Berbagai keputusan baik dari dinas pendidikan atau lembaga-lembaga terkait akan menjadi tolak ukur dalam tata kelakuan di sekolah tersebut. Sekolah harus mampu memahami kurikulum yang diberlakukan untuk menjadi acuan dalam materi-materi di persekolahan. Sebagai pranata pendidikan formal, sekolah tidak begitusaja dapat memilih kurikulum yang diinginkan tetapi harus sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan.
                 Dalam penerapan setiap pola pendidikan di persekolahan maka sekolah harus mengacu pada Undang-Undang dan tidak mendapat hak penuh dalam sistem pembelajaran. Ada aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh sekolah.
                 Berbagai macam peralatan di sekolah sebagai sarana pendidikan di atur oleh pemerintah. Walau tidak semua peralatan namun peralatan-peralatan penting seperti ruang belajar, kantor, perpustakaan, dan buku-buku pelajaran merupakan tanggung jawab pemerintah.
                  Fungsi-fungsi pendidikan antara lain:
.     a. Memberikan persiapan bagi peran-peran pekerjaan
      b. Memberikan keterampilan dasar
      c. Memberikan kesempatan untuk memperbaiki nasib
      d. Menyiapkan tenaga pembangunan
      e. Membantu memecahkan masalah-masalah nasional
      f. Mentransformasi kebudayaan
      g. Membentuk manusia yang sosial
      h. Salah satu sistem pengendalian sosial.
C. Persamaan dan Perbedaan Antara Pemerintahan Desa sebagai Pranata Politik dan Sekolah Sebagai Pranata Pendidikan Formal
       a. Persamaan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa berbagai pranata memiliki persamaan dan perbedaan dengan pranata lain. Dalam hal ini Pemerintahan desa sebagai pranata politik dan sekolah sebagai pranata pendidikan formal memiliki persamaan diantaranya dalam peralatan seperti gedung dan lain sebagainya yang sama-sama dibutuhkan baik oleh pemerintahan desa maupun oleh sekolah sebagai pranata pendidikan formal. Dalam hubungan dengan masyarakatpun baik sekolah maupun pemerintahan desa memerlukan dukungan dari masyarakat untuk dapat tercapainya tujuan yang di harapkan oleh kedua pranata tersebut. Dan kesamaan yang paling menonjol adalah dari fungsinya sebagai sistem pengendalian sosial.
       b. Perbedaan    
          Pada sekolah sebagai pranata pendidikan formal dan pemerintahan desa sebagai pranata politik perbedaannya antara lain dalam kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing pranata tersebut. Seperti telah doketahui bahwa pemerintahan desa memiliki hak otonom desa dalam menentukan beberapa kebijakan, maka sekolah lebih sedikit dalam menerima hak tersebut karena sekolah harus patuh dengan kurikulum yang telah ditentukan oleh pusat. Selain itu perbedaannya adalah pada kepentingan kedua pranata tersebut.
D. Kerjasama yang Diharapkan Antara Sekolah dan Pemerintahan Desa
    Setiap pranata akan bergantung kepada pranata lain. Pemerintahan desa sebagai pranata politik akan sangat membutuhkan pendidikan, baik dalam usahanya melestarikan kebudayaan, menaikkan perekonomian masyarakatnya, juga dalam usahanya untuk membangun desanya sendiri.
    Begitupula dengan sekolah sebagai pranata pendidikan formal tentu sangat membutuhkan bantuan dari pemerintahan desa, baik dalam proses pembangunan, proses penelitian, ataupun kelancaran dalam belajar mengajar di persekolahan tersebut
    Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintahan desa dengan sekolah sangatlah penting agar tercapainya tujuan dari pranata-pranata tersebut untuk mensejahterakan masyarakatnya.